15.8.12

4


Wait… Ramon tertawa? Lebih tepatnya mentertawainya. Cih. Berani betul mentertawai Moira.

“Apa kamu pakai tertawa segala?” tanyanya sembari mencubit hidung Ramon serta menariknya, meheh, biar panjang kayak pinokio! Lalu memeletkan lidahnya dan kembali nyengir seperti bocah yang sedang bersenang-senang mengejek temannya.

Dengan nada bosan dan sedikit mengoreksi Ramon menjawab bahwa pelajaran yang dimaksud Spanyol. Hmm, “Como estas?” tanyanya dalam bahasa spanyol, memang tidak fasih sih mengingat Moira lebih memilih mengambil kelas Bahasa Perancis ketimbang Bahasa Spanyol. Lagipula kalau mengambil kelas Bahasa Perancis kan Moira tidak perlu susah-susah kalau dirinya butuh bantuan dalam mengerjakan PR, Moira kan tinggal minta bantuan mamie, neneknya dari pihak Ayah, yang memang orang Perancis.

Moira tersenyum mendengar kata ‘keren’ terucap dari mulut Ramon, “Soalnya, hmmm, gak gampang gak susah kok. Emang mau tau banget ya?” Hmm.

Tak berapa lama ponsel miliknya bergetar, Moira pun mengeceknya, hmm, sms dari Kalli yang mengatakan bahwa seatmate-nya itu mencarinya. Setelah membalas sms Kalli, Moira kembali memperhatikan Ramon. “Hei, Ramon, mau tidak kau kucomblangi dengan Kallindra? Tahu kan? Kallindra anak basket.”

[*Como estas? artinya apa kabar.]

24.4.12

Tertawa.

Entah kamu lagi sedih, seneng, susah ataupun marah, tertawalah. Kenapa? Soalnya tertawa itu sehat, gak mahal lagi. Jadi, tertawa lah, walaupun gak ada yang lucu. Hei, tertawain aja diri sendiri.

Rasanya beberapa waktu terakhir ini saya lelah banget. Lelah hati, pikiran pun fisik. Well, rasa lelah itu yang ngerasain ya kita sendiri, so, kita sendiri juga yang bisa ngilangin rasa ini.

Cara saya sih ya dengan melepas semuanya, 'let it go'. Manjur mungkin walaupun perasaan sedih, marah dan kecewa yang saya rasain tetep ada. Tapi setidaknya saya bisa meringankan beban imajiner di pundak saya.

Saya juga sadar bahwa gak ada yang abadi.

Jadi, ya, saya harus melepas beban yang ada. Beban disini maksudnya masalah-masalah. Masalah ada untuk menghambat dan juga membantu, terserah kita mau menganggapnya sebagai penghambat atau sebagai pembantu/pendorong untuk maju. Saya belajar untuk bangkit, melepas semuanya dan menjadikan masalah-masalah yang menimpa saya sebagai pelajaran.

Saya tidak mau jadi manusia yang terjebak di masa lalu.

Dan, saya memang punya cara aneh untuk mengatasi kegalauan akibat si gebetan jadian sama cewek gaul itu, padahal katanya gak mau pacaran itu. :))

Iya, saya tertawa.

Kenapa? Karena kita tidak seharusnya ngedumel atau sedih kalo ada masalah beginian (atau masalah apapun). Lagian kalo tertawa gue ngerasa lebih tenang dan rileks.

Yes, I admit, I'm not fine. Nyah.

9.4.12

Kopsusnya enak loh! Sudah begitu murah lagi, cocok deh sama kondisi keuangan gadis ini yang sama labilnya dengan kondisi kesehatan mental Moira. Maklumi saja, namanya juga remaja, kawan. Kalau tidak labil belum bisa dinamakan remaja.

"Yaaa," jawabnya begitu namanya dipanggil Ramon. "Memangnya siapa lagi yang punya suara kece macam tad―hei!" Moira menepis tangan Ramon―yang omong-omong lebih besar dari tangannya (Moira kan imut-imut gitu, macam boneka teddy bear)―yang seenak jidatnya menoyor, yeah, menoyor dirinya. Beraninya. Baiklah, layaknya darah yang harus dibayar dengan darah, maka toyoran harus dibayar dengan toyoran juga.

Tapi, tapi, tangannya tidak sampai tuh, mengingat Ramon menjulang, ya know, menjulang macam tower air. Ya, bahkan ketika duduk. Oke, kalau toyor tidak bisa maka Moira akan... akan menendang kaki Ramon saja. Sip! Biar tahu rasa dia! Hah!

"Aw!" Shii~ppp! "Aduh-duh-duh!" Tidak berhenti mengumpat di dalam hatinya, gadis berdarah Jawa-Perancis ini mengusap-usap kakinya yang terantuk kaki meja. Sial. Sial. Sial! "Hah? Sepanyoloto? Bahasa mana tuh?"

Masih sakit omong-omong.

"Oh, engga dong. Abis Ulangan Fisika dong! Dan keluar pertama, Moira gitu loh!" serunya sembari nyengir, memamerkan deretan gigi rapi dengan bracket berhias warna merah. "Gak kayak kamu yang madol!"

[Iya, abal gitu ya? :p Bodok! Nilai prediksi TOEFL saya diatas 550 loh! Seneng? Jelas! Bodok deh dibilang norak. :p Dan, betewe, Know Your Name-nya Jay Park yang versi akustik... enyak! Kyaaa! Kyaaa! Udah ah, mau bobok! *tendang Moira balik ke gudang*]

15.3.12

deux~

"Whoam!"

Moira, enambelas tahun (no, coret itu, bulan depan iya berumur tujuhbelas), menguap sebesar-besarnya dan merenggangkan tubuh mungilnya ke kanan dan kiri, melemaskan ototnya yang keram. Siapa kira ternyata 20 soal Fisika mampu membuat seluruh tubuhnya keram? Otaknya? Jangan tanya! Rasanya Moira mau mati lalu hidup lagi ketika soal cap Pak Ali 'terhidang' di hadapannya.

Bwle! Bohong deh. Moira tentu saja mampu menjawab soal-soal itu, Moira gitu loh! He he!

"Ahoy! Fighting!" teriaknya pada Kallindra dari balik jendela seatmatenya, yang langsung membalas seruannya itu dengan cengiran lebar. Tindakannya membuahkan pelototan dari Pak Ali yang sedari tadi berdiri di depan pintu kelas. Moira nyengir saja lalu meminta izin ke kantin.

Yeah, well, memangnya apa lagi yang ia bisa lakukan? Bel pergantian pelajaran masih duapuluh menit lagi dan Moira tipe manusia yang mudah bosan. Lalu, kalau Moira sudah bosan, ia akan melakukan hal-hal random. Duh, tidak deh, merandomnya nanti saja, masih pagi.

Kantin di saat jam pelajaran begini tentu sepi, Moira bersenandung pelan.

"Ibunya, kopsus satu ya! Di gelas!"

Duduk dimana ya? Hmm? Sepasang orbs cokelatnya menyisir kantin sekolahnya, memilih posisi tempat duduk terkece dan terpewe.

Wait...?

"Rwamwon!"

Oopsi-daysies, sepertinya ia terlalu heboh karena hampir seluruh pasang mata tertuju padanya. Nyengir lebar, Moira menghampiri sobatnya.

"Madol ya kau?" tanyanya, lalu duduk di kursi di hadapan Ramon. "Ck. Ck. By the way, pelajaran apa?"

Basa basi. Habis tak ada teman bicara.

(note: Kopsus teh kopi susu, enak loh enak. Iya, postingan kali ini Bahasa Indonesia :D. Cinta negeri.)

5.2.12

Let's call her, 'She'.

“She had never told anyone, for it was her secret burden and it was not something really meant to be shared, but she had always been lonely, in one way or another.”
—Cast no Shadow, Attica.

Truth to be told that she always has felt lonely. But she never cares about it, she always tells herself that she’s not lonely, she just love being alone. Being alone in a place where there is a lot of people, chattering or bickering about something.

She feels alienated. So she does it the easiest way. She pretends. She pretends that she’s okay with her being alone. She keeps telling lies to herself that she will not being left alone. Deep down she knows that in the end she will be alone, that people will die. Sooner or later.

Well, yes. She sounds pathetic.

She always has been hopeless if not pathetic when comes to certain things. Like starting a conversation with someone, admitting that she is actually wrong, and apologizing. Meh.

She is also bad with death. She always thinks that death is some kind of sick joke, that maybe all of us should have just laugh at it instead of grieving. But well, yeah, she knows that you never can’t laugh at someone’s funeral. That’s impolite of course.

Well, then, she will tell everyone who are willing to come to her funeral to just laugh. And pray. Of course you have to pray.

Well, she has never been good with death. Maybe that’s because you can’t never fake sadness.

unfinished

*) Yes. My english is kind of bad. *grins* Spare me. Long time not writing in english, I'm a bit rusty. 

4.1.12

I feel old already.

Ya. Just turned seventeen a couple days ago.

Hahaha.