26.1.13

Mireille's : #2


Bungkus rokok terkutuk itu masih tergeletak di jalan, Mireille berpikir untuk menendangnya saja. Tapi itu akan menghilangkan alasan Mireille tadi berteriak kepada lelaki yang kini berjalan mendekat kepadanya. Dari bahasa tubuhnya saja, gadis ini sudah tahu lelaki itu menahan amarah. Mengapa? Hanya karena Mireille menegur mengenai sampah—sampah rokoknya pula—yang ia buang sembarangan, begitukah?

Ditatap seintens itu Mireille mau tidak mau memalingkan pandangannya, tidak menyadari bahwa lelaki itu kini berdiri di hadapannya. Hanya berjarak beberapa belas senti, refleks kedua tangannya ia taruh di depan badan. Gadis itu sempat menahan napas, mengingatkan dirinya dalam hati bahwa ini orang lain, bukan Dante. Dan Mireille sedang tidak berada di manapun di dekatnya kakaknya.

“Apa maksud ucapan lo barusan, anak kecil?”

Ah,  I see. Mireille mengangkat sebelah bibirnya, anak kecil?  Mireille tahu benar tipe lelaki di hadapannya, tipikal makhluk Mars yang menganggap dirinya yang terhebat dan makhluk lainnya tidak eksis. Pandangannya terpaku pada tato-tato yang menghias lengan lelaki itu, tough guy, eh? Atau hanya bocah laki-laki bertato dan mengira dirinya sudah dewasa? Diliriknya sedikit rumah besar di sebelahnya, no wonder. Spoiled little boy with tattoes but ‘no parents’ think he knows the world like the back of his hand.

Mireille mematikan iPodnya, menarik headset yang terpadang di telinganya, lalu membungkuk untuk mengambil bungkus rokok terkutuk itu. “Bungkusnya dibuang di tempat sampah,” ujarnya menyurukkan bungkus rokok itu pada lelaki di hadapannya sembari melempar pandangan pada tempat sampah di dekat pintu rumah lelaki itu keluar. 

---Ah, Mireille, kamu OoC. And, no offense kepada orang-orang bertato di luar sana. I love tattttoooooooeeeeesssss, I'd love to get tattooed if I could. *wink*

23.1.13

Mireille's: #1


Everything will be fine. You’re going to be fine.

Mireille mengucapkan dua kalimat itu lirih, berulang-ulang seperti mantra. Langkahnya berat dan napasnya tercekat. Sebuah lagu yang berkali-kali ia mainkan di ipodnya mengiringi langkahnya pulang, senyum kecil nan pahit menghias wajahnya setiap kali dua kalimat itu ia dengar. Mireille tidak mengerti kenapa Abel menyuruhnya mendengarkan lagu itu, it reminds me of you, jawabnya ketika Mireille bertanya.

“Sejak kapan kamu suka KPOP, Bel?”

“Bukan berarti gue suka KPOP Cuma karena gue nyodorin satu lagu ini ke elo, blame it on my cousin.Abel pun tertawa seolah mengingat sesuatu, Mireille tersenyum sedikit. Tawa Abel selalu menular. “It reminds me of you.”

Mireille melirik ipod Abel yang tengah memainkan lagu itu, “Memangnya aku sedingin itu ya?”

“Bukan kok.” Abel menghela napas, seolah mencari kalimat yang pantas untuk dilontarkan. “Just listen to it.”

I’m cold as ice. So cold.

Ponselnya bergetar, ia menghela napas sebelum akhirnya menerima telpon itu. Kamu dimana? Jeda. Di rumah sepupu Abel, Nate ulang tahun. Jeda lama. Perlu kujemput? Mireille melirik rumahnya yang berjarak beberapa meter lagi dan lampunya belum menyala. Ia belum pulang, pikirnya sedikit kega ia tak perlu menghadapi orang itu mala mini. Tidak, Abel nanti nganterin aku. Jeda. Okay, be nice Rei. Mireille menghela napas.   Okay.  You forgot one thing, Rei.   Okay, master.   That’s my good girl.

Puk.

“Uh.” Ia mengusap kepalanya yang tertimpuk… sebuah bungkus rokok. “Hei!” Sangat tidak bertanggung jawab, membuang sampah sembarangan. Sebuah bungkus rokok lagi. “Ya, kamu. Otak kamu rusak ya saking banyaknya menghisap batang kematian itu?”

She hates smoker. It reminds her of him.

-It’s cold – Epik High feat Lee Hi. Maaf ya pendek, I’m getting rusty. ._____.